[CERPEN] Dikta [Bukan] Untuk Dira - Karya Nanda Muria

Daftar Isi

[Malam ini Mas mau ke rumah kamu, jangan ke mana-mana, ya]

[Ke rumah mau ngapain, Mas?]

[Ya mau silaturahmi sama calon mertua, lah, ngapain lagi?]

[Yang bener, Mas?]

[Tunggu aja di rumah, Diraku]

Dua insan yang sedang dilanda asmara, memadu cinta, akan segera menjemput rida Tuhan setelah perjuangan meyakinkan niat mereka. Membawa cinta mereka berlabuh pada sebuah ikatan dengan rida yang didamba, bukan sekadar janji manis tanpa kepastian. Namun, siapa yang pasti ketika ketetapan Tuhan telah mendahului? 

***

Lampu jalan menghiasi malam penuh suka yang tidak pernah dibayangkan oleh Dikta sebelumnya. Dengan menggebu, ia menggunakan CBR150R Streetfire membelah angin malam menuju rumah sang Kekasih, berharap dapat segera bersua dengannya dan keluarga, mengutarakan maksud dan tujuan kedatangannya. Silaturahmi sekaligus mengutarakan isi hati kepada kekasihnya sebagai bukti kesungguhan niat bukan sekadar janji tanpa dituai dan pergi. 

Malam yang seharusnya penuh dengan gembira yang bergelora itu ternyata harus tertunda. Ternyata sang Kekasih bersama keluarganya tidak berada di rumah, mereka sedang melakukan perjalanan ke tempat saudaranya tepat sore sebelum mereka saling berbalas pesan WhatsApp. Balasan pesan WhatsApp dari sang Kekasih tanpa dibaca lagi oleh Dikta. Setelah berada tepat di depan rumah Dira, sang Kekasih, barulah ia membuka ponselnya.

Beruntungnya hanya sekadar tertunda karena dia sedang tidak di rumah, bukan karena ia meninggalkanku tanpa kembali, gumam Dikta sembari mengembuskan napas berat.

Malam yang diselimuti kecewa, Dikta kembali ke rumah.

“Kok cepet banget, Kak?” tanya Tyas, adik Dikta yang berada di ruang tengah, menemukan kakaknya pulang lebih cepat dengan muka masam

“Kepo amat!” Dikta kemudian berlalu.

“Dih, nanya doang kalik, Kak. Tadi Ayah bilang Kakak mau ke rumah Kak Dira, tapi kok cepet banget pulangnya?” 

“Kan nggak penting juga aku ceritain sama kamu, Sek. Hih!” Langkah Dikta berbalik menuju Tyas. Dengan gemas, Dikta menoyor kepala Tyas kemudian segera berlalu dan Tyas hanya menggerutu.

“Kok udah pulang, Kak?” Langkah Dikta terhenti mendapati giliran pertanyaan dari Ibu yang sedang menonton TV yang tersadar atas kepulangan anaknya

“Dira sama keluarganya mboten enten teng griyo (tidak di rumah), Bu.” Dengan malas, Dikta menjawab ibunya. Tidak lupa dengan tata kramanya sebagai anak yang menghormati orang tua dengan menjawab pertanyaannya.

“Dira ke tempat saudaranya. Dira udah kasih kabar di chat tadi sore, tapi Dikta nggak baca dulu, langsung pergi aja.” Dikta melanjutkannya sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal

“Oalah, belum rezekinya kamu, Kak. Seng sabar, insyaallah, nek jodoh bakalan ketemu lan dimurahno Gusti (Yang sabar, insya Allah, jika jodoh akan ketemu dan dimudahkan Tuhan). Saking semangatnya mau ketemu bakal calon mertua sampai ndak dibuka dulu chat-nya”

“He-he, iya, Bu. Matur nuwun. Bapak sampun sare (Terima kasih. Bapak sudah tidur), Bu?”

“Sampun. Bapak kayaknya kecapekan, Kak.”

Malam itu makin sendu bagi Dikta saat chat dari kekasihnya belum kunjung tiba. Dengan penuh harap ia menanti penjelasan terkait kepergiannya yang seperti tiba-tiba. Tidak biasanya Dira tidak memberikan kabar terkait hal apa pun terlebih tentang dirinya. Sepanjang malam itu Dikta enggan memejamkan matanya untuk mengakhiri hari ini, tetapi akhirnya ia pun tertidur pulas.

Ketika bangun dari tidur, ia segera meraih ponselnya. Tersadar bahwa ternyata ia ketiduran semalam. Ia mendapati chat balasan dari sang Kekasih bahwa selama perjalanan tidak mendapatkan jaringan yang baik sehingga sekadar membalas pesan saja tidak terkirim.

[Masih lama di sana, Dek?]

[Baru juga nyampek, Mas. Kayaknya semingguan aja di sini]

[Oke deh. Berarti kamu nyampek rumah lagi, besoknya aku langsung ke sana, ya? Biar sekalian minta oleh-oleh]

[Bilang aja mau mintain oleh-oleh. Dasar…]

[Kan sekalian loh, Dek]

Benar seperti yang dikatakannya bahwa sehari setelah kepulangan Dira, Dikta segera menuju rumah Dira. Kali ini ia tidak sendirian, karena merasa hari kemarin gagal mungkin juga karena sendirian, ia memutuskan membawa kedua orang tuanya sekaligus. Dikta sangat kegirangan karena orang tuanya menyetujui rencana untuk bertemu keluarga Dira malam itu.

***

Siapa yang mampu melarang bahkan menunda jika ketetapan Tuhan telah tiba? Malam yang diharapkan menuai bahagia dan hari yang dinantikan untuk bersama mengikat cinta mereka mengharapkan rida Tuhan, tidak akan pernah ada. Dikta tidak mampu menuaikan janjinya kepada Dira. Bukan enggan tanpa alasan, tetapi Tuhan tidak menghendaki semua ini. Dikta meninggalkan Dira tanpa kembali, ternyata Tuhan lebih dulu memanggil Dikta ke hadapan-Nya.

Semua mimpi bersama sang Kekasih telah sirna bersama kepergiannya. Sesal mendalam dirasakan kedua keluarga itu. Ayah Dikta sangat menyayangkan karena tidak membujuknya untuk turut mengendarai mobil bersama mereka, hingga sesuatu yang tidak terduga malam itu terjadi. Kecelakaan tidak terhindarkan sehingga mengakibatkan Dikta meninggal di tempat kejadian perkara. Isak tangis Dira pun tak kunjung usai bahkan ia tak berdaya.

***

Setiap kita hanya mampu berencana dan berusaha menggapainya dan Tuhan Yang Maha mengehendaki segalanya. Semua tinggallah kenangan terjerembap nestapa. Bukan tidak menerima ketetapan Tuhan, tetapi semua tetaplah bersama kesakitan.

***

Tentang Penulis

Semua ketetapan Tuhan itu akan membiasakan dan menguatkan. Maka jangan putus asa karena semua yang telah ditetapkan bukan tanpa alasan. Nanda Muria, seseorang yang acapkali berupaya baik-baik saja dengan segala nestapa bersama luka. Kunjungi Instagram-nya di @nanda_riaaa.

Komunitas Ufuk Literasi
Komunitas Ufuk Literasi Aktif menemani pegiat literasi dalam belajar menulis sejak 2020. Menghasilkan belasan buku antologi dan sukses menyelenggarakan puluhan kegiatan menulis yang diikuti ratusan peserta.

Posting Komentar